Kamis, 28 April 2011

TUGAS III

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
* Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama ''Netherlands East-Indies'' telah menjadi angota ''Paris Convention for the Protection of Industrial Property'' sejak tahun 1888, anggota ''Madrid Convention'' dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota ''Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works'' sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di ''Octrooiraad'' yang berada di Belanda
* Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
* Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
* 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris ''Paris Convention for the Protection of Industrial Property'' (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
* Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
* Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
* 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
* Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
* Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
* 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
* Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani ''Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations'', yang mencakup ''Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights'' (Persetujuan TRIPS).
* Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
* Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
* Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
* Pada tahun 2000 pula disahkan [[UU No 29 Tahun 2000]] Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.

Ruang Lingkup HKI
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
# [[Hak Cipta]] (Copyrights)
# Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :
* [[Paten]] (Patent)
* [[Desain Industri]] (Industrial Design)
* [[Merek]] (Trademark)
* Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
* Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
* Rahasia dagang (Trade secret)
* [[Perlindungan Varietas Tanaman]] (Plant Variety Protection)



Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI ''bersifat teritorial'', pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.

Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual PP No 2 tahun 2005 Tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
* Warganegara Indonesia
* Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
* Berijazah Sarjana S1
* Menguasai Bahasa Inggris
* Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
* Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
PP No 2 tahun 2005 Tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual


Perlindungan Konsumen

UU No. 8 Tahun 1999
Tentang perlindungan konsumen, pada pasal 5, tentang kewajiban konsumen adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patuh
Contoh yang dilakukan produsen mesin cuci dalam melindungi konsumen dari kerugian akibat pemakaian mesin cuci.
Tentang perlindungan konsumen, pada pasal 7, tentang hak konsumen, yaitu:
a. Atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa
b. Untuk memilih barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c. Atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan keamanan barang dan jasa
d. Untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan
e. Untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut
f. Untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
h. Untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
i. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Tentang perlindungan konsumen, pada pasal 7, tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
d. Menjamin mutu barang dan / atau jasa yang diproduksi dan / atau diperdagangkan berdasar ketentuan
standar mutu barang dan /atau garansi atas barang yang dibuat dan /atau yang diperdagangkan
e. Memberi kompensasi, ganti rugi dan /atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barang dan /atau jasa yang diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan /atau penggantian apabila barang dan /atau yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian


Tentang perlindungan konsumen, pada pasal 7, tentang hak pelaku usaha, yaitu:
a. Untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan /atau jasa yang diperdagangkan
b. Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
c. Untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
d. Untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan
oleh barang dan /atau jasa yang diperdagangkan
e. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar